Apabila kita merujuk ke data yang disediakan oleh bank Indonesia, maka akan terlihat bahwa pertumbuhan industri retail pertahun (yoy) dri 2020-2021 adalah 10,8%. Mengalami peningkatan signifikan dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya yang “hanya” menyentuh 6.5%. [1]
Namun, dilansir dari sumber yang berbeda [2], kita mendapatkan informasi bahwa transaksi retail melalui E-Commerce mengalami pertumbuhan signifikan pada 2020-2021, yaitu 52% dibanding tahun sebelumnya.
Ternyata industri retail memang berkembang, tapi retail yang terdigitalisasi (e-Commerce) lebih pesat perkembangannya!
Hal yang wajar, mengingat para konsumen semakin fasih untuk bertransaksi secara digital dalam beberapa tahun terakhir. Dengan ber-asumsi bahwa Indonesia akan semakin menjadi digital, maka satu satunya jalan tentu adalah retail yang terdigitalisasi.
Retail x Digitalisasi = Digital(isasi) Retail
Jadi, Apa itu retail?
Menurut shopify [3], Retail adalah suatu bisnis yang menjual produk atau jasa kepada konsumen individu atau konsumen akhir untuk digunakan sendiri atau tidak dijual kembali (pengguna akhir)
Sementara digitalisasi [4], adalah:
Proses implementasi teknologi dalam suatu bisnis proses dengan tujuan untuk menghasilkan new Value.
Secara singkat, Digitalsasi Retail bisa kita artikan sebagai proses implementasi teknologi terhadap kegiatan bisnis yang menjual produk atau jasa terhadap konsumen dengan tujuan untuk menambah value terhadap proses yang sudah berjalan.
Berikut ini adalah proses bisnis yang umumnya terjadi dalam dunia retail:
Dahulu kala, seluruh bisnis retail itu seperti berjalan sendiri-sendiri. Usaha yang harus dikeluarkan oleh kedua belah pihak (Penjual & pembeli) terlihat sangat besar
Transaksi→ Cara yang paling umum adalah transaksi tatap muka.
Aktifitas penjual→ Seluruh proses dilakukan terpisah. Proses administrasi kemungkinan besar tidak saling terkait. Banyak inefisiensi proses (lagging, miskalkulasi, dll)
Aktifitas Pembeli→ Sebelum proses jual beli, pembeli harus memikirkan akomodasi, menyiapkan metode pembayaran, mencari informasi barang sendiri, dll.
Namun tentunya itu adalah cara lama. Dengan percepatan yang diluar prediksi, dunia retail pun mulai memasuki era baru. DIGITAL RETAIL
asdaasdas
Bagaimana Cara Transaksi berubah di era Digital-Retail?
“Jangan paksa masyarakat yang sudah berubah (ke layanan digital) untuk mengikuti aturan yang lama,” Rhenald Kasali, 2016 [5]
Sesuai dengan pernyataan Pak Rhenal Kasali, Guru Besar Ekonomi di Indonesia, Masyarakat lah yang sudah berubah. Dan makin kesini, volume masyarakat yang terbiasa dengan perubahan tentunya akan semakin besar
Cara penjual & pembeli bertemu sudah tidak sama lagi. Toko Oflline tetap ada (dan tetap akan ada, Insyaa Allah). Namun caranya akan semakin berbeda
Transaksi Oflline store:
Kasir tetap menjadi “pintu terakhir” dari transaksi, namun kali ini kasir sudah berevolusi. Dari transaksi non-digital → menjadi digital namun lokal → menjadi digital terintegrasi.
Stok sudah ter-ingerasi langsung
Pembayaran sudah berbagai cara
Barang pun tidak harus langsung dibawa, ada opsi pengiriman
Transaksi Online:
Jual beli bisa dilakukan tanpa bertemu langsung
E-Commerce & marketplace sudah umum, penjual menjajakan barang secara online, pembeli memilih & membeli barang secara mandiri.
Tingginya pertumbuhan transaksi digital pada marketplace seperti shopee dan tokopedia
Barang akan dikirim secara online
Keluhan pada transaksi pun bisa diselesaikan secara online.
Transaksi pihak ketiga:
Salesman/reseller adalah konsep yang sudah lama dilakukan
Namun sekarang salesman/reseller sudah semakin praktis
Dengan adanya digital reseller dan sistem dropship, siapapun bisa menjadi reseller tanpa harus memiliki barang secara fisik,
Bagaimana Aktivitas penjual berubah di era Digital-Retail?
Selain “dimana” dan “bagaimana” mereka harus berjualan, pihak penjual cukup banyak menemeukan “reformasi” digital dalam proses bisnis mereka.
Proses yang paling banyak mengalami perubahan tentunya adalah administrasi pencatatan,Kelola stock, dan tentunya MARKETING
Administrasi Pencatatan—> ERP to the rescue
Paling umum dan paling simpel adalah penggunaan aplikasi pencatatan & pembukuan keuangan yang membuat proses akuntansi menjadi lebih mudah, rapih, dan terpercaya
ERP adalah sistem yang lazim digunakan sebagai sistem pengaturan proses bisnis digital
Proses pengadaan barang menjadi serba tercatat. Proses pemilihan bahan, vendor, dan pelelangan sudah bisa dilakukan melalui sistem tersentralisasi.
Rekap penjualan jadi lebih akurat dengan integrasi sistem pada setiap chanel transaksi
Aktifitas input-ouput barang dan pergerakannya secara umum dapat dilakukan dan diawasi secara digital
Pemantauan real-time: dengan sistem online, seluruh aktivitas pencatatan dan pergerakan barang dapat dipantau secara online. Mulai dari pemantauan proses produksi, proses distribusi, hingga operasional cabang.
Sistem kelola gudang yang terpadi dengan menggunakan metode WMS (Warehouse Management System)
Era DIGITAL MARKETING:
Digital marketing merupakan disrupsi nyata digitalisasi terhadap industri retail
Proses “pengenalan” barang dan jasa kini jadi milik siapapun
Channel marketing lama: Iklan billboard, iklan TV, Rubrik media cetak, sponsorhip event
Channel digital marketing:
- Digital Ads via Google/youtube/Facebook
- Popularitas serach engine
- Eksposure social media dengan menggunakan influencer
- Active Tracking (landing page, etc)
- Etc
Kemampuan untuk “membaca” pasar dengan Big Data Analytics
Pembaruan cara marketing lama dengan programmatic approach.
Cara diatas memang tidak eksklusif terjadi pada industri ini saja, namun industri retail memegang peranan penting terhadap akselerasi perkembangan digital marketing
Perubahan pada era ini membuat penjual memiliki kemampuan yang lebih untuk mengukur seluruh aktifitas mereka. Sehingga peningkatan efisiensi proses adalah target yang umum untuk diterapkan.
Bagaimana Aktifitas Pembeli Berubah di Era Digital Retail
Walaupun pembeli terkesan lebih “mandiri” di era digital, sesungguhnya mereka hanyalah menjadi lebih “leluasa” dalam bertindak.
Pencarian barang:
Semakin banyak channel, semakin banyak pilihan dengan effort yang semakin sedikit. Pembeli hanya cukup melakukan “browsing”
Proses kurasi lebih mudah
Algoritma pasar juga terkadang membantu kita untuk memberikan opsi-opsi terbaik
Pembayaran transaksi:
Cash to Cashless. Walaupun bertransaksi secara langsung, opsi pembayaran secara digital semakin membumi. Dari kartu debet, ke e-wallet, hingga sekarang adalah QRIS
Dalam bertransaksi online, pembeli pun sudah mulai fasih dengan berbagai cara. Umumnya mereka menggunakan E-wallet atau rekening virtual, namun tidak sedikit kalangan yang membayar dengan transfer via ATM ataupun pembayaran fisik melalui pihak ketiga (seperti minimarket)
Penerimaan/Pengambilan Barang:
Sebagai konsekuensi belanja online, consumer juga sudah terbiasa dengan “delay” pada penerimaan barang.
Opsi pengiriman beragam, mulai dari free ongkir hingga instan pun tersedia
Untuk menekankan kesan digital, hampir seluruh jasa logistic menawarkan “sistem pelacakan”. Sehingga consumer bisa mengetahui status pengiriman dan status lokasi barang
Purna Jual yang mendekati Paripurna:
Dalam fase purna jual, digitalisasi membuat consumer menjadi lebih mudah dalam mengajukan complaint atau pengembalian barang
Meskipun kartu garansi masih menjadi hal yang umum, namun tracking garansi bisa dilakukan secara digital.
Dalam rangka CRM, semakin banyak consumer yang dimanjakan dengan berbagai opsi loyalty-program.
Dan tentunya akan lebih banyak pengalaman digital yang bisa dirasakan oleh pembeli kedepanya.
Apa selanjutnya?
Digital retail tentunya akan semakin berkembang, banyak sistem pendukung baru yang siap memberikan pengalaman yang lebih seamles bagi semua pihak. Diantaranya adalah:
Omnichannel—> Ketika semua touch-point antara pembeli dan penjual benar benar saling terhubung
Online to Offline—> Bagaimana cara untuk memadukan keseruan berbelanja secara offline dengan praktikalitas belanja secara online? O2O jawabannya
Data Analytics—> Percayalah bahwa apa yang anda lakukan saat ini itu berharga, minimal dari segi data
Artificial Intelligence—> BIsa jadi AI di masa depan lebih mengetahui tentang kebutuhan belanja anda dibanding anda sendiri. Begitu juga dari sisi produksi, semua sudah serba ter-automasi.
[1]https://www.bi.go.id/en/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_240722.aspx
[3] https://money.kompas.com/read/2021/08/23/084134326/apa-itu-retail-definisi-dan-aAkkarakteristik-bisnisnya.
[4]https://www.gartner.com/en/information-technology/glossary/digitalization
[5]https://mediaindonesia.com/ekonomi/35873/rhenald-kasali-jangan-buat-bingung-dengan-ekonomi-digital